Budaya adalah suatu pola hidup menyeluruh. budaya bersifat kompleks, abstrak, dan luas. Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku komunikatif. Unsur-unsur sosio-budaya ini tersebar dan meliputi banyak kegiatan sosial manusia.
Beberapa alasan mengapa orang mengalami kesulitan ketika berkomunikasi dengan orang dari budaya lain terlihat dalam definisi budaya: Budaya adalah suatu perangkat rumit nilai-nilai yang dipolarisasikan oleh suatu citra yang mengandung pandangan atas keistimewaannya sendiri."Citra yang memaksa" itu mengambil bentuk-bentuk berbeda dalam berbagai budaya seperti "individualisme kasar" di Amerika, "keselarasan individu dengan alam" di Jepang dan "kepatuhan kolektif" di Cina.
Citra budaya yang bersifat memaksa tersebut membekali anggota-anggotanya dengan pedoman mengenai perilaku yang layak dan menetapkan dunia makna dan nilai logis yang dapat dipinjam anggota-anggotanya yang paling bersahaja untuk memperoleh rasa bermartabat dan pertalian dengan hidup mereka.
Dengan demikian, budayalah yang menyediakan suatu kerangka yang koheren untuk mengorganisasikan aktivitas seseorang dan memungkinkannya meramalkan perilaku orang lain.
Sumber: wikipedia
Pendekatan Kesusastraan
Berikut ini adalah pendekatan sastra yang umum digunakan sebagai cara pandang untuk mengkritik karya sastra.
Eksistensialisme
Eksistensialisme adalah gerakan filsafat yang mengusung ide bahwa manusia menciptakan makna dan hakekat hidup mereka sendiri. Karenanya, filsafat harus mengacu pada manusia yang konkrit, yaitu manusia sebagai eksistensi. Beberapa tokoh penting gerakan eksistensialisme, dengan perbedaan-perbedaan pandangannya, antara lain: Kierkegaard, Nietzsche, Berdyaev, Jaspers, Heidegger, Sartre, dan Camus (meskipun Camus sendiri tidak mau disebut sebagai seorang eksistensialis).
Feminisme
Feminisme merupakan gerakan yang menyuarakan ketidakadilan dan ketidaksetaraan peran antara laki-laki dan perempuan. Teori feminis dimaksudkan untuk memahami ketidaksetaraan dan difokuskan pada politik gender, hubungan kekuasaan, dan seksualitas.
Fenomenologi
Fenomenologi memanfaatkan pengalaman intuitif atas fenomena, sesuatu yang hadir dalam refleksi fenomenologis, sebagai titik awal dan usaha untuk mendapatkan fitur-hakekat dari pengalaman dan hakekat dari apa yang kita alami. G.W.F. Hegel dan Edmund Husserl adalah dua tokoh penting dalam pengembangan pendekatan filosofis ini.
Formalisme
Formalisme merupakan sebuah cara mengkaji karya sastra yang difokuskan pada bentuk daripada isi. Teori formalis lebih berkonsentrasi pada pembahasan fitur-fitur teks, khususnya properti-properti bahasa yang digunakan daripada konteks penciptaan karya dan konteks penerimaannya.
Gynocriticism
Gynocriticism adalah pembelajaran tentang sejarah, gaya, tema, genre, dan struktur tulisan yang dikarang oleh perempuan, dinamika kejiwaan dari kreatifitas perempuan, perkembangan karir perempuan secara perorangan atau kelompok, dan evolusi atau aturan-aturan tradisi kesusastraan perempuan.
Humanisme Liberal
Humanisme Liberal mencoba menjembatani pembaca dan teks sastra dengan berpegang pada beberapa prinsip dasar, antara lain; bahwa sastra yang baik mengandung makna abadi, bahwa makna karya sastra ada di dalam karya itu sendiri, bahwa manusia dan sifat-sifatnya tetap sama, dan bahwa bentuk dan isi karya sastra tidak dapat dipisahkan.
Kritik Psikoanalisis
Kritik psikoanalisis merupakan bentuk kritik sastra yang menggunakan teknik-teknik psikoanalisis dalam merancang interpretasi sastra. Secara singkat, psikoanalisis adalah terapi untuk memahami interaksi antara unsur-unsur kesadaran dan ketidaksadaran dalam otak manusia.
Kritik Sosiologis
Kritik sosiologis dimaksudkan untuk memahami sastra dalam konteks sosial yang lebih luas. Melalui metode sosiologi, kritik ini menggambarkan konstruksi sosial dari karya-karya sastra.
Marxisme
Marxisme adalah teori sekaligus gerakan politik yang diambil dari pemikiran Karl Marx dan Friedrich Engels. Tujuan dari Marxisme adalah menciptakan masyarakat tanpa kelas, yang didasarkan pada kepemilikan alat-alat produksi, distribusi, dan pertukaran.
Materialisme Kultural
Materialisme Kultural adalah sebuah studi tentang bahan sejarah dalam sebuah kerangka politik. Materialisme Kultural berhubungan dengan dokumen sejarah, analisisnya, dan penciptaan ulang pandangan tentang suatu periode sejarah tertentu. Materialisme Kultural juga membahas tekanan hegemonik pada masyarakat dalam penciptaan karya-karya kanon.
Naratologi
Naratologi merupakan cabang dari Strukturalisme yang mempelajari struktur naratif dan bagaimana struktur tersebut mempengaruhi persepsi pembaca. Naratologi adalah usaha untuk mempelajari sifat ‘cerita’ sebagai konsep dan sebagai praktek budaya.
Pascakolonialisme
Teori pascakolonial pada dasarnya merupakan pembahasan atas reaksi-reaksi antikolonial dan efek-efek kolonialisme. Pembahasan ini meliputi, misalnya; ketertindasan kaum terjajah dan dominasi penguasa, perjuangan kemerdekaan, pencitraan-pencitraan kaum terjajah oleh kolonial dan antitesisnya, percampuran budaya, dan pemberontakan terhadap kebenaran tungggal bahasa Penjajah.
Pascamodernisme
Pascamodernisme merupakan gerakan kritis terhadap konsep Modernisme, khususnya penolakan terhadap budaya borjuis dan elit. Pascamodernisme merujuk pada pengaburan batas-batas dan hierarki dari gerakan-gerakan yang sudah mapan dalam Modernisme.
Pascastrukturalisme
Pascastrukturalisme merupakan praktik dari dekonstruksi. Pascastrukturalisme merupakan respon kritis terhadap klaim-klaim strukturalisme, khususnya tentang signifier dan signified.
Stilistika
Stilistika adalah pendekatan kritis yang mempergunakan metode-metode dan pengetahuan linguistik untuk mempelajari karya sastra dan non-sastra. Pendekatan ini bertujuan untuk mempelajari cara fitur-fitur linguistik mempengaruhi makna sebuah karya secara keseluruhan dan efek-efeknya pada pembaca.
Surealisme
Surealisme, yang merupakan reaksi dan perlawanan terhadap rasionalisme, sering disebut sebagai ’realitas yang sesungguhnya’. Konsep dan ide ini, yang berpegang pada kebebasan berpikir dan ekspresi atas realisasi dalam mimpi yang dihadirkan tanpa kontrol kesadaran,
Sumber: Mediasastra
Hubungan dengan Prosa
Prosa adalah suatu jenis tulisan yang dibedakan dengan puisi karena variasi ritme (rhythm) yang dimilikinya lebih besar, serta bahasanya yang lebih sesuai dengan arti leksikalnya. Kata prosa berasal dari bahasa Latin "prosa" yang artinya "terus terang". Jenis tulisan prosa biasanya digunakan untuk mendeskripsikan suatu fakta atau ide. Karenanya, prosa dapat digunakan untuk surat kabar, majalah, novel, ensiklopedia, surat, serta berbagai jenis media lainnya.prosa juga dibagi dalam dua bagian,yaitu prosa lama dan prosa baru,prosa lama adalah prosa bahasa indonesia yang belum terpengaruhi budaya barat,dan prosa baru ialah prosa yang dikarang bebas tanpa aturan apa pun
Hubungan dengan Puisi
Puisi bukanlah milik suatu kaum, namun
puisi adalah milik kita semua. Semua orang berhak terhadap puisi, semua
orang berhak membuat puisi, bukan karena apa bukan karena siapa namun
lebih karena puisi adalah ekspresi suatu emosi dan perasaan yang muncul
dari dalam diri manusia dan semua manusia pasti memiliki emosi.
Kedepan mungkin akan ada semacam suatu
gerakan untuk memberlakukan puisi bukan lagi dari dunia sastra. Puisi
merupakan suatu memori yang tersimpa. Puisi semakin tidak ada
hubungannya dengan bahasa dan sastra. Dia sesuatu yang melekat pada
faktor bawahan kita sejak lahir, bersifat organik dan natural.
Fenomena yang banyak terjadi di
Indonesia adalah para penyair sering menjaga tradisi puitik mereka
dengan personifikasi seorang ibu dan perempuan, walaupun kebanyakan dari
mereka adalah laki-laki. Hal itu wajar karena ibu dan perempuan adalah
sosok yang memiliki ikatan batin dan emosi yang kuat dengan mereka..
Karena ditarik dari berbagai
kepentingan, puisi menjadi tercabut dari ruhnya. Fenomena yang paling
umum di Indonesia misalnya mereka menulis puisi untuk dikomersilkan,
menulis puisi untuk redaktur berharap akan diterbitkan di suatu kolom
berita atau dicetak menjadi sebuah antologi puisi. Sebenarnya redaktur
tidak akan bertanggung jawab pada puisi, mereka hanya bertanggung jawab
dengan kedudukan mereka, mereka tidak mau mengambil resiko, sehingga
terkadang mereka tidak mau membaca puisi-puisi pendatang baru yang
ditulis oleh puitikus-puitikus yang masih belum ternama.
Puisi adalah alat kritik sosial.
Kedudukannya menjadi penting untuk melawan penyimpangan-penyimpangan
pemerintahan, ketidakadilan, penindasan, dominasi modal, kapitalisme,
monopoli dan sebagainya. Puisi juga untuk merayakan suatu kebahagiaan,
merayakan suatu moment dan merekam suatu fenomena. Ketika kita mulai
sibuk membuat hubungan-hubungan yang melemahkan kita atau
hubungan-hubungan yang menyakiti kita maka puisi adalah tempat untuk
kita kembali. Sastrawan-sastrawan angkatan pujangga baru seperti Khairil
Anwar dan Sutarji Kalsum Bahri menggunakan puisi sebagai alat untuk
membuang kata-kata saat mereka tidak bisa melakukan apa-apa dan
merasakan penat dan sesak dengan keadaan saat itu.
Diseminarkan oleh: Afrizal Malna

Tidak ada komentar:
Posting Komentar